JANGAN LUPA PERBANYAK TAKBIR SEJAK SHUBUH HARI ARAFAH HINGGA ASHAR HARI TASYRIK TERAKHIR
Dalam matan Al Ghoyah wat Taqrib disebutkan, “Berkaitan dengan Idul Adha, setiap selesai shalat lima waktu mulai dari waktu Shubuh hari Arafah hingga waktu Ashar di hari tasyriq (13 Dzulhijjah) diperintahkan untuk bertakbir.” (At Tadzhib fii Adillati Matan Al Ghoyah wat Taqrib, hal. 82).
Dalam Fathul Qorib (1: 181) disebutkan, “Takbir ini dilakukan setelah selesai shalat yang dikerjakan di waktunya, shalat yang terluput, shalat lima waktu, shalat sunnah secara umum, shalat jenazah dan selainnya.”
Imam Nawawi rahimahullah menerangkan, “Untuk selain orang yang berhaji, mereka bertakbir sebagaimana jamaah haji (yaitu setelah Zhuhur di hari Nahr atau Idul Adha hingga shubuh akhir di hari tasyriq). Ini pendapat pertama dan inilah pendapat yang terkuat di kalangan Syafi’iyah. Ada pendapat kedua yang menyatakan, takbir dimuliai setelah Maghrib di hari nahr atau hari Idul Adha hingga waktu shubuh di hari tasyriq yang ketiga. Pendapat ketiga, takbir dimulai pada waktu Shubuh di hari Arafah dan berakhir setelah Ashar di hari tasyriq yang terakhir. Ash Shoydalaniy dan ulama lainnya berkata bahwa pendapat terakhir inilah yang diamalkan di berbagai negeri.” (Roudhotuth Tholibin, 1: 328).
Ada riwayat dari perbuatan ‘Umar, ‘Ali, Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum tentang pendapat ketiga di atas. Demikian disebutkan dalam Mughnil Muhtaj, 1: 469.
Dalam Shahih Bukhari disebutkan:
“Bab ‘Takbir di hari-hari Mina (hari tasyriq) dan ketika pergi berpagi-pagi ke Arafah’. ‘Umar mengumandangkan takbir di Mina di tendanya lantas orang-orang yang berada di masjid mendengarnya. Mereka yang di masjid bertakbir hingga orang-orang yang berada di pasar ikut-ikutan bertakbir. Sampai bergemalah suara takbir di Mina. Ibnu ‘Umar bertakbir pula di Mina pada hari-hari tasyriq dan dilakukan selepas shalat. Beliau bertakbir di tempat tidur, di majelis dan di jalan-jalan, mereka bertakbir di seluruh hari yang ada. Maimunah juga bertakbir di hari Idul Adha (hari nahr). Dahulu para wanita pun ikut bertakbir di belakang Aban bin ‘Utsman dan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz di malam-malam tasyriq bersama para pria di masjid.”
Dari Muhammad bin Abi Bakr Ats Tsaqofi, ia berkata, “Aku pernah bertanya mengenai talbiyah pada Anas dan kami sedang berpagi-pagi menuju Arafah, “Bagaimana kalian melakukannya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Anas menjawab, “Ada yang bertalbiyah ketika itu dan tidak ada yang mengingkari. Lalu ada pula yang bertakbir dan tidak ada yang mengingkarinya.” (HR. Bukhari no. 970).
Artikel yang bisa dijadikan rujukan:
https://rumaysho.com/8979-takbir-hari-arafah-shubuh.html
Semoga Allah Ta'ala memudahkan kita untuk bisa memperbanyak amal.
Rabu, 29 Juli 2020
Kamis, 16 Juli 2020
Bertetangga dengan Non Muslim
Jika Bertetangga Dengan Non-Muslim
Dalam firman Allah Ta’ala pada surat An Nisa ayat 36 di atas, tentang anjuran berbuat baik pada tetangga, disebutkan dua jenis tetangga. Yaitu al jaar dzul qurbaa (tetangga dekat) dan al jaar al junub (tetangga jauh). Ibnu Katsir menjelaskan tafsir dua jenis tetangga ini: “Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa al jaar dzul qurbaa adalah tetangga yang masih ada hubungan kekerabatan dan al jaar al junub adalah tetangga yang tidak memiliki hubungan kekerabatan”. Beliau juga menjelaskan: “Dan Abu Ishaq meriwayatkan dari Nauf Al Bikali bahwa al jaar dzul qurbaa adalah muslim dan al jaar al junub adalah Yahudi dan Nasrani” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/298).
Anjuran berbuat baik kepada tetangga berlaku secara umum kepada setiap orang yang disebut tetangga, bagaimana pun keadaannya. Ketika menjelaskan hadits
مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْـجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris”
Al ‘Aini menuturkan: “Kata al jaar (tetangga) di sini mencakup muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasiq, orang jujur, orang jahat, orang pendatang, orang asli pribumi, orang yang memberi manfaaat, orang yang suka mengganggu, karib kerabat, ajnabi, baik yang dekat rumahnya atau agak jauh” (Umdatul Qaari, 22/108)
Demikianlah yang dilakukan para salafus shalih. Dikisahkan dari Abdullah bin ‘Amr Al Ash:
أَنَّهُ ذُبِحَتْ لَهُ شَاةٌ، فَجَعَلَ يقول لغلامه: أهديت لجارنا اليهوي؟ أَهْدَيْتَ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ؟ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بالجارحتى ظننت أنه سيورثه
“Beliau menyembelih seekor kambing. Beliau lalu berkata kepada seorang pemuda: ‘akan aku hadiahkan sebagian untuk tetangga kita yang orang Yahudi’. Pemuda tadi berkata: ‘Hah? Engkau hadiahkan kepada tetangga kita orang Yahudi?’. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda ‘Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris‘” (HR. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad 78/105, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad)
Oleh karena itu para ulama menjelaskan bahwa tetangga itu ada tiga macam:
- Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat. Maka ia memiliki 3 hak, yaitu: hak tetangga, hak kekerabatan, dan hak sesama muslim.
- Tetangga muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Maka ia memiliki 2 hak, yaitu: hak tetangga, dan hak sesama muslim.
- Tetangga non-muslim. Maka ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga.
Dengan demikian berbuat baik kepada tetangga ada tingkatannya. Semakin besar haknya, semakin besar tuntutan agama terhadap kita untuk berbuat baik kepadanya. Di sisi lain, walaupun tetangga kita non-muslim, ia tetap memiliki satu hak yaitu hak tetangga. Jika hak tersebut dilanggar, maka terjatuh pada perbuatan zhalim dan dosa. Sehingga sebagai muslim kita dituntut juga untuk berbuat baik pada tetangga non-muslim sebatas memenuhi haknya sebagai tetangga tanpa menunjukkan loyalitas kepadanya, agamanya dan kekufuran yang ia anut. Semoga dengan akhlak mulia yang kita tunjukkan tersebut menjadi jalan hidayah baginya untuk memeluk Islam.
—
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
Artikel Muslim.Or.Id
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/10417-akhlak-islami-dalam-bertetangga.html
Langganan:
Komentar (Atom)
Ringkasan Kitab Al UMM (2 Jilid)
PROMO Cetakan Terbaru Ringkasan Kitab Al Umm Harga normal Rp.530.000 disc jd Rp.395.500 ======================================== Masih ...
-
PROMO Cetakan Terbaru Ringkasan Kitab Al Umm Harga normal Rp.530.000 disc jd Rp.395.500 ======================================== Masih ...
